'/> Rp 1,3 M Sumbangan Guru Bocor Di Setiap Daerah -->

Info Populer 2022

Rp 1,3 M Sumbangan Guru Bocor Di Setiap Daerah

Rp 1,3 M Sumbangan Guru Bocor Di Setiap Daerah
Rp 1,3 M Sumbangan Guru Bocor Di Setiap Daerah
Setiap kawasan tunjangan profesi guru bocor Rp  Rp 1,3 M Tunjangan Guru Bocor di Setiap Daerah
Setiap kawasan tunjangan profesi guru bocor Rp 1,3 M per triwulan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya kebocoran anggaran dalam proses pencairan Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang nilainya mencapai Rp 1,3 miliar per triwulan di setiap daerah. TPG yang kerap ngadat di banyak kawasan di Indonesia ini terindikasi adanya praktik gratifikasi yang melibatkan sejumlah pihak.

"KPK juga menemukan praktik gratifikasi terkait TPG yang melibatkan para guru dan oknum dinas pendidikan. KPK menghitung, nilai gratifikasi pada suatu kabupaten lebih dari 1,3 miliar per triwulan. Diduga insiden ini juga terjadi di seluruh kabupaten/kota dan sketsa dana pendidikan lainnya," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi yang kutip dari JPNN (05/08/2014).

Pengelolaan dana pendidikan diperhatikan dengan serius oleh KPK. Pasalnya, 20 persen anggaran negara dialokasikan untuk dana pendidikan. Pada 2014 ini saja anggaran dana pendidikan mencapai Rp 368 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah sentra sebesar Rp 130 triliun dan transfer ke kawasan sebesar Rp 238 triliun.

Dengan anggaran dana pendidikan yang tinggi ironinya masih ditemukan 30 juta anak tidak dapat sekolah, masih banyak dijumpai infrastruktur yang rusak. Ada 296 kasus korupsi dana pendidikan yang terungkap pada 2003-2013 yang menyeret 479 tersangka, sehingga merugikan negara senilai Rp 619 miliar.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kemdikbud, dan Kemenag atas tunggakan TPG tahun anggaran 2010-2013 juga menunjukkan masih terjadi penyimpangan.

KPK menyimpulkan ada lima persoalan terkait bocornya anggaran dana pendidikan, antara lain lemahnya pengendalian internal, lemahnya sistem administrasi, lemahnya kontrol publik, adanya kekosongan dalam implementasi pengawasan, serta minimnya sumber daya untuk mengawasi dana pendidikan, khususnya pada proteksi anggaran pengawasannya.
Advertisement

Iklan Sidebar